Bismillah.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, tidaklah samar bagi kita bahwa Allah menciptakan kita untuk beribadah kepada-Nya. Meskipun demikian perkara yang samar bagi kebanyakan manusia ialah bagaimana tata-cara yang benar dalam beribadah kepada-Nya. Sebab banyak orang ingin beribadah kepada Allah dengan versi yang mereka kehendaki, bukan dengan versi yang Allah kehendaki.
Oleh sebab itulah Allah mengutus para rasul guna mendakwahkan tauhid. Allah berfirman (yang artinya), “Dan benar-benar Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyerukan; Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (an-Nahl : 36). Kita memahami bahwa kondisi masyarakat yang dihadapi oleh setiap rasul itu bermacam-macam, meskipun begitu ternyata seruan dan pelajaran tauhid inilah yang menjadi ruh perjuangan dan perbaikan yang mereka gerakkan. Hal ini secara tegas memberikan faidah bahwa hakikat ibadah kepada Allah adalah tauhid itu sendiri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas setiap hamba adalah supaya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, ibadah kepada Allah adalah hak-Nya dan menjadi kewajiban atas setiap hamba untuk mewujudkannya tanpa sedikit pun mempersekutukan-Nya. Sehingga ibadah kepada Allah harus bersih dari segala bentuk dosa syirik kepada-Nya. Allah pun berfirman (yang artinya), “Dan beribadahlah kepada Allah, janganlah kalian mempersekutukan dengan-Nya sesuatu apapun.” (an-Nisaa’ : 36). Hal ini menunjukkan bahwa syirik merusak ibadah dan menghancurkannya.
Inilah pedoman dan kaidah yang selalu ditanamkan kepada setiap umat di sepanjang masa. Allah berfirman (yang artinya), “Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum kamu; Jika kamu berbuat syirik pasti akan lenyap amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang-orang yang merugi.” (az-Zumar : 65). Karena itulah Allah juga berfirman (yang artinya), “Dan seandainya mereka itu berbuat syirik pasti lenyap apa-apa yang telah mereka amalkan.” (al-An’am : 88)
Ini memberikan pelajaran penting bagi setiap da’i dan umat bahwa hakikat ibadah kepada Allah adalah yang bersih dari noda syirik dan kekafiran. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah mereka diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan bagi-Nya agama dengan hanif, dan mendirikan sholat serta menunaikan zakat. Dan itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah : 5). Ketaatan kepada Allah tidak ada nilai dan harganya tanpa tauhid dan keimanan.
Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (al-Kahfi : 110)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman, pastilah Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan berikan untuk mereka balasan pahala bagi mereka dengan yang lebih baik daripada apa-apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)
Bersihnya ibadah dari syirik adalah syarat ibadah itu diterima di sisi Allah, tanpa hal itu amal-amal akan sirna dan sia-sia. Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang telah mereka kerjakan; lalu Kami jadikan ia bagai debu-debu yang beterbangan.” (al-Furqan : 23)
Karena itu ibadah harus ikhlas dan bersih dari riya’. Allah berfirman dalam hadits qudsi, “Aku Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa melakukan amalan seraya mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, niscaya Aku tinggalkan dia dan syiriknya itu.” (HR. Muslim)
Semoga catatan yang singkat ini bermanfaat. Wallahul musta’aan.